Sejarah Kesultanan Ternate: Kerajaan Islam Tertua di Nusantara

kerajaan ternate, letak kerajaan ternate, raja-raja kerajaan ternate, sejarah kerajaan tidore, raja pertama kerajaan ternate, peninggalan kerajaan ternate, masa kejayaan kerajaan ternate, sumber sejarah kerajaan ternate

Sejarah Kesultanan Ternate: Kerajaan Islam Tertua di Nusantara
Istana Kesultanan Ternate di kaki Gunung Gamalama, Kota Ternate.

Kesultanan Ternate adalah salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Kerajaan ini didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257 dan juga dikenal dengan nama Kerajaan Gapi. Kerajaan Ternate terletak di Kepulauan Maluku dan memiliki sejarah panjang yang melibatkan perebutan kekuasaan dan perdagangan.

Kerajaan ini pada masa lampau dikenal sebagai kota penghasil rempah, seperti pala, lada, dan lainnya. Hasil utama Kerajaan Ternate seperti cengkih dan pala inilah yang kemudian membawa Ternate ke dalam rantai perdagangan di Nusantara maupun antarbangsa. Kerajaan Ternate masih berdiri hingga saat ini.

Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-19. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya.

Kesultanan Ternate juga dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, seperti pala, lada, dan lainnya. Masa kejayaan Kerajaan Ternate ada pada pemerintahan Sultan Baabullah. Saat masa pemerintahannya, wilayah kerajaan Ternate semakin luas, yakni sampai meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor.

Penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Sultan Baabullah (10 Februari 1528 (?) – Juli 1583) atau Babullah, juga dikenali sebagai Baab atau Babu dalam sumber Eropa, merupakan sultan ke-7 dan penguasa ke-24 Kesultanan Ternate di Maluku Utara yang memerintah antara tahun 1570 dan 1583.

Ia dianggap sebagai Sultan teragung dalam sejarah Ternate dan Maluku karena keberhasilannya mengusir penjajah Portugis dari Ternate dan membawa kesultanan tersebut kepada puncak kejayaannya di akhir abad ke-16.

Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju.


Asal-Usul Kesultanan Ternate

Sejarah berdirinya Kesultanan Ternate bermula dari keberadaan empat kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang kepala marga atau disebut Momole. Empat kampung tersebut kemudian sepakat membentuk kerajaan, tetapi kala itu raja dan rakyatnya belum diketahui agamanya.

Sejak zaman dahulu, Ternate dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga penduduknya telah berhubungan dengan para pedagang dari Arab, Melayu, ataupun China. Seiring ramainya aktivitas perdagangan, agama Islam mulai menyebar di Ternate pada abad ke-14 dan keluarga kerajaan baru memeluk Islam pada masa pemerintahan Raja Marhum (1432-1486 M).


Struktur Pemerintahan Kesultanan Ternate

Kesultanan Ternate memiliki struktur pemerintahan yang terdiri dari Sultan sebagai kepala negara dan pemerintahan, yang dibantu oleh para pejabat tinggi seperti Wazir (Perdana Menteri), Sangaji (Gubernur), Bobato (Menteri), dan Kapita Laut (Laksamana). Selain itu, ada juga lembaga-lembaga seperti Dewan Adat, Dewan Agama, Dewan Perang, dan Dewan Perdagangan³.

Sultan Ternate memiliki hak prerogatif untuk menentukan siapa yang akan menjadi pewaris tahta. Pewaris tahta biasanya dipilih dari putra-putra Sultan yang berasal dari permaisuri atau istri pertama. Namun, Sultan juga dapat menunjuk putra-putranya yang lain atau bahkan saudara-saudaranya sebagai calon pengganti.


Masa Kejayaan dan Perlawanan Kesultanan Ternate

Pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Pada masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506.

Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata–mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah–rempah, pala dan cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.

Setelah Sultan Bayanullah wafat, Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri.

Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Perlakuan Portugal terhadap saudara–saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku.

Saat itu, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada Sultan Khairun. Secara licik gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.

Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk mengusir Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583).

Sejarah Kesultanan Ternate: Kerajaan Islam Tertua di Nusantara
Sigi Lamo,masjid peninggalan Kesultanan Ternate

Setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya pada tahun 1575. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian timur, dari Filipina Selatan di bagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara di bagian selatan.

Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni hingga menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia timur, di samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah Nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat.

Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari benteng mereka di Pulau Tidore pada tahun 1574 dan dari Pulau Ternate pada tahun 1575. Ia juga membentuk persekutuan dengan kerajaan-kerajaan lain di Maluku untuk melawan kolonialisme Portugis. Sultan Baabullah dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia karena jasanya dalam mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa².


Awal melemahnya Kesultanan Ternate

Setelah Sultan Baabullah meninggal, Ternate mulai melemah, Kerajaan Spanyol yang telah bersatu dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal, bahkan Sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila.

Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda pada tahun 1603. Ternate akhirnya berhasil menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.

Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah Pangeran Hidayat (15??-1624), raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah–rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.


Warisan Peninggalan Kesultanan Ternate

Kesultanan Ternate masih ada hingga saat ini. Sultan Ternate sekarang bernama Sultan Hidayatullah Syah bin Mudaffar Syah, yang dinobatkan pada 18 Desember 2021. Meski tidak lagi memiliki kekuasaan politik, Sultan Ternate masih dihormati sebagai pemimpin adat dan simbol budaya masyarakat Maluku.


Beberapa peninggalan sejarah Kesultanan Ternate yang masih dapat dilihat hingga kini antara lain:

  1. Istana Kesultanan Ternate, yang merupakan bangunan bersejarah yang dibangun pada abad ke-16 dan telah mengalami beberapa kali renovasi. Istana ini berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan dan keluarganya, serta sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan¹.
  2. Benteng Tolukko, yang merupakan benteng pertahanan yang dibangun oleh Portugis pada tahun 1540 dan kemudian direbut oleh Sultan Baabullah pada tahun 1575. Benteng ini memiliki arsitektur bergaya Eropa dengan dinding batu bata setebal 10 meter dan menara-menara sudut¹.
  3. Masjid Sultan Ternate, yang merupakan masjid tertua di Maluku yang dibangun pada abad ke-15 oleh Raja Marhum, raja pertama Ternate yang memeluk Islam. Masjid ini memiliki arsitektur bergaya tradisional dengan atap berbentuk limas dan menara-menara tinggi.


Sumber:

(1) Kesultanan Ternate – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate.

(2) Kerajaan Ternate: Sejarah, Letak, Masa Kejayaan, dan Peninggalan. https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/16/130000279/kerajaan-ternate-sejarah-letak-masa-kejayaan-dan-peninggalan.

(3) Kesultanan Ternate: Asal-Usul, Struktur, dan Warisan Peninggalan. https://www.gramedia.com/literasi/kesultanan-ternate/.