Sejarah Kesultanan Tidore (dari Mulai Berdiri hingga Runtuhnya)

Penelusuran terkait: letak kerajaan tidore, sumber sejarah kerajaan tidore, raja-raja kerajaan tidore, sejarah kerajaan ternate, runtuhnya kerajaan tidore, sejarah kerajaan ternate dan tidore, peninggalan kerajaan tidore, Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Tidore?, Bagaimana masa kejayaan Kerajaan Tidore?, Mengapa Kerajaan Tidore runtuh?, Apa saja peninggalan sejarah Kerajaan Tidore?

Sejarah Kesultanan(dari Mulai Berdiri hingga Runtuhnya)
Kadato Kie (Istana Kie), juga disebut Kedaton Tidore, adalah istana tempat bersemayamnya sultan dari Kesultanan Tidore. Istana ini terletak di Kelurahan Soasio, Kecamatan Tidore, Kota Tidore Kepulauan.

Kesultanan Tidore adalah kerajaan bercorak Islam terbesar yang yang berpusat di Kota Tidore, Maluku Utara. Kerajaan ini didirikan pada tahun 1081. Menurut tradisi sejarah, kerajaan ini memiliki akar yang sama dengan Kerajaan Ternate. Pasalnya, Syahjati atau Muhammad Naqil, yang mendirikan Kerajaan Tidore adalah saudara Mashur Malamo, pendiri Kerajaan Ternate.

Ketika didirikan pada abad ke-11, kerajaan ini belum bercorak Islam. Agama Islam baru masuk dan berkembang pada akhir abad ke-15. Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan saat Sultan Nuku berkuasa pada tahun 1979-1805. Pada masa itu, Sultan Nuku bersatu dengan Ternate untuk melawan Belanda dan Inggris. Di bawah kekuasaannya, Tidore berkembang pesat hingga disegani oleh bangsa Eropa.


Sejarah singkat berdirinya Kerajaan Tidore

Kesultanan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan agama resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.

Pada 1495, diketahui bahwa kerajaan ini berpusat di Gam Tina dengan Sultan Ciriliati atau Sultan Djamaluddin sebagai rajanya. Sultan Ciriliati, diketahui sebagai raja atau kolano pertama yang memakai gelar sultan.

Dengan masuknya Islam ke Kerajaan Tidore, berbagai aspek kehidupan masyarakat baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budayanya pun ikut terpengaruh.

Sepeninggal Sultan Ciriliati, singgasana diwariskan ke Sultan Al Mansur (1512-1526 M), yang kemudian memindahkan ibu kota kerajaan ke Tidore Utara, lebih dekat dengan Kerajaan Ternate. Dalam sejarahnya, Kerajaan Tidore memang mengalami beberapa kali pemindahan pusat pemerintahan karena berbagai sebab. Letak ibu kotanya yang terakhir adalah di Limau Timore, yang kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.


Kedatangan bangsa Barat

Ketika kekuasaan jatuh ke tangan Sultan Al Mansur, pengaruh asing mulai masuk ke Maluku Utara. Pada 1521, Sultan Mansur menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate, yang lebih dulu bersekutu dengan Portugis. Namun, Spanyol akhirnya mundur karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas.

Konflik tersebut berakhir pada 1529, setelah dilakukan Perjanjian Saragosa. Akan tetapi, absennya Spanyol membuat Tidore menjadi incaran VOC.


Masa kejayaan Kerajaan Tidore

Salah satu Raja Tidore yang terkenal dan berhasil membawa kerajaan menuju puncak kejayaan adalah Sultan Nuku (1797-1805 M). Pada periode ini, wilayah kekuasaannya telah berkembang ke sebagian besar Pulau Halmahera, Pulau Buru, Pulau Seram, dan kawasan Papua bagian barat.

Kehidupan politik Kerajaan Tidore dapat dianggap mapan dengan struktur pemerintahan yang telah teratur. Selain itu, Sultan Nuku dikenal paling gigih dan sukses melawan Belanda. Selama bertahun-tahun, ia berusaha mengusir para penjajah dari seluruh Kepulauan Maluku. Bahkan Sultan Nuku bahkan dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda.

Serangkaian perjuangan rakyat Malukupun membuahkan hasil, ditandai dengan menyerahnya Belanda pada 21 Juni 1801 M. Dengan begitu, wilayah Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo kembali merdeka dari kekuasaan asing. Di bawah kekuasaan Sultan Nuku, Kerajaan Tidore menjadi sangat besar dan disegani di seluruh kawasan itu, termasuk oleh bangsa Eropa.


Runtuhnya Kerajaan Tidore

Setelah Sultan Nuku wafat pada 1805, Belanda kembali mengincar Tidore karena kekayaannya. Keadaan tersebut didukung dengan kondisi di Kerajaan Tidore yang terus mengalami konflik internal.

Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.

Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

Pada akhirnya, Kerajaan Tidore jatuh ke tangan Belanda dan kemudian bergabung dengan NKRI ketika Indonesia merdeka.


Peninggalan Kerajaan Tidore (Baca: "Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Maluku Utara")

  1. Istana Kerajaan Tidore (Kadato Kie)
  2. Masjid Sultan Tidore
  3. Benteng Torre
  4. Benteng Tahula

Sumber:
  • Wikiprdia, "Kesultanan Tidore", https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Tidore
  • Kompas.com, "Kerajaan Tidore: Sejarah, Masa Kejayaan, dan Peninggalan", https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/16/120000579/kerajaan-tidore-sejarah-masa-kejayaan-dan-peninggalan