Perang Belasting: Penyebab, Kronologi, dan Akhir

Perang belasting merupakan perang bersenjata pada 15-16 Juni 1908 yang melibatkan rakyat Sumatera Barat melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda akibat penerapan pajak (bahasa Belanda: belasting) langsung kepada masyarakat. Perlawanan masyarakat atas pemberlakuan pajak langsung ini dibalas oleh pemerintah Hindia Belanda dengan reaksi keras mengirimkan marechaussee (marsose) ke daerah konflik tersebut, yang akhirnya menimbulkan korban jiwa pada masyarakat maupun tentara kolonial.

Perang belasting ini diawali di Kamang, kemudian menyebar pada kawasan lain seperti Manggopoh, Lintau Buo dan lain-lain.

Perang Belasting

Penyebab Perang Belasting

Berakhirnya Perang Padri menandai perubahan besar di Minangkabau. Kerajaan Pagaruyung runtuh dan di tempatnya berdiri pemerintahan Hindia Belanda.

Baca: "Penyebab, Kronologi, dan Akhir dari Perang Padri"

Belanda memerintah diatur oleh perjanjian Plakat Panjang (1833). Di dalamnya Belanda berjanji untuk tidak mencampuri masalah adat dan agama nagari-nagari di Minangkabau. Belanda juga menyatakan tidak akan memungut pajak langsung. Hal ini menyebabkan para pemimpin Minangkabau membayangkan dirinya sebagai mitra bukannya bawahan Belanda.
Plakat Panjang merupakan pernyataan Pemerintah Kolonial Belanda kepada masyarakat Minangkabau pada tanggal 25 Oktober 1833 di Padang yang berisi tentang larangan peperangan di wilayah Minangkabau. Perjanjian ini diwakili oleh Van Sevenhoven dan Jendral Mayor Riestz dari pihak Belanda.
Sebagaimana di daerah lain di Hindia Belanda pemerintah kolonial memberlakukan Tanam Paksa (cultuurstelsel) di Sumatera Barat. Sistem ini menjadikan para pemimpin adat sebagai agen kolonial Belanda.

Penjajahan Belanda berpengaruh besar pada tatanan tradisional masyarakat Minangkabau. Di Sumatera Barat Belanda membuat jabatan baru, seperti penghulu rodi. Kerapatan Nagari dijadikan sebagai lembaga pemerintahan terendah, dan kepemimpinan kolektif para penghulu ditekan dengan keharusan memilih salah seorang penghulu menjadi Kepala Nagari. Serikat nagari-nagari (laras, Bahasa Minang: lareh) yang sebenarnya merupakan persekutuan longgar atas asas saling menguntungkan, dijadikan sebagai lembaga pemerintahan yang setara dengan kecamatan.

Belanda juga berusaha mematikan jalur perdagangan tradisional Minangkabau ke pantai timur Sumatera yang menyusuri sungai-sungai besar yang bermuara di Selat Malaka, dan mengalihkannya ke pelabuhan di pantai Barat seperti Pariaman dan Padang. Pada tahun 1908 Belanda menghapus sistem Tanam Paksa dan memberlakukan pajak langsung. Perang Belasting pun meletus.


Perang Kamang

Perang Kamang merupakan peperangan yang terjadi di Kamang tahun 1908 akibat penerapan pajak (belasting) kepada masyarakat oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Perang Kamang adalah awal dari Perang belasting yang kemudian menyebar ke kawasan lain seperti Manggopoh, Lintau Buo dan lain-lain.

Daerah Kamang berada sekitar 16 km dari Fort de Kock dan sebelumnya merupakan basis kekuatan dari Tuanku Nan Renceh pada masa Perang Padri.


Perlawanan rakyat

Perang ini diawali oleh gerakan protes petani terhadap pemerintah Hindia Belanda atas pajak tanah termasuk pajak atas hewan ternak yang dibebankan kepada mereka. Masyarakat Kamang menolak pembayaran pajak tersebut dan kemudian pada 15-16 Juni 1908 puncaknya pecah perang bersenjata antara masyarakat dengan pemerintah kolonial. Perang ini dipelopori oleh Syekh H. Abdul Manan, yang gugur dalam peperangan tersebut, sementara anaknya H. Ahmad Marzuki ditangkap oleh tentara Belanda. Akibat peperangan ini hampir 100 orang mati tertembak, sementara korban pada pihak tentara kolonial sebanyak 12 orang mati dan lebih kurang 20 orang luka-luka. Dikabarkan pula, kuda neneknya Mohammad Hatta juga ditembak sewaktu Perang ini terjadi. Si Nenek kemudian datang ke gedung residen Padang pada waktu itu, dan memarahi sang Residen. Amrin Imran mencatat Nenek Mohammad Hatta sebagai orang yang mudah marah.

Sumber: id.wikipedia.org