Sejarah Kerajaan Tamiang (1330-1558)

peninggalan kerajaan tamiang, raja pertama kerajaan tamiang, suku tamiang, raja kerajaan tamiang, lokasi kerajaan tamiang, kerajaan tamiang mengalami kemakmuran pada masa pemerintahan, asal usul suku tamiang, jodohkan batas-batas wilayah kerajaan tamiang!

Sejarah Kerajaan Tamiang (1330-1558)

Kerajaan Tamiang atau Kesultanan Banua Tamiang, atau Benua Tunu merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Aceh, Indonesia, setelah Kesultanan Perlak. Wilayah Kerajaan Tamiang ini berada di ujung paling timur dari Provinsi Aceh Darusalam saat ini. Wilayah Tamiang tersebut juga merupakan perbatasan antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara. 

Pada saat sekarang ini Kerajaan Tamiang berada dalam kawasan administratif dari Kabupaten Aceh Tamiang yang resmii berdiri pada tahun 2002 dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur. Kerajaan Tamiang atau Kesultanan Banua Tamiang juga merupakan kerajaan Islam yang berdiri di Aceh jauh sebelum kemerdekaan Indonesia.

Tamiang pada awalnya merupakan satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan dibawah pimpinan seorang Raja Muda Sedia yang memerintah selama tahun 1330 – 1366 M.Pada masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang dibatasi oleh daerah-daerah :

  1. Sungai Raya / Selat Malaka di bagian Utara
  2. Besitang di bagian Selatan
  3. Selat Malaka di bagianTimur
  4. Gunung Segama ( gunung Bendahara / Wilhelmina Gebergte ) di bagian Barat.


Sejarah

” TAMIANG ” adalah sebuah nama yang berdasarkan legenda dan data sejarah berasal dari : ” Te – Miyang ” yang berarti tidak kena gatal atau kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh, ketika masih bayi ditemui dalam rumpun bambu Betong ( istilah Tamiang ” bulooh ” ) dan Raja ketika itu bernama Tamiang Pehok lalu mengambil bayi tersebut. Setelah dewasa dinobatkan menjadi Raja Tamiang dengan gelar ” Pucook Sulooh Raja Te – Miyang “, yang artinya “seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gaatal atau kebal gatal”.

Bukti-bukti Kerajaan Tamiang :

  • Prasasti Sriwijaya yang diterjemahkan oleh Prof. Nilkanta Sastri dalam ” The Great Tamralingga ( capable of ) Strong Action in dangerous Battle “( Moh. Said 1961:36 ).
  • Data kuno Tiongkok ( dalam buku ” Wee Pei Shih ” ) ditata kembali oleh I.V.Mills, 1937, halaman 24 tercatat negeri Kan Pei Chiang ( Tamiang ) yang berjarak 5 Km ( 35 Mil Laut) dari Diamond Point ( Posri ).
  • Kerajaan Islam Tamiang dalam The Rushinuddin’s Geographical Notices ( 1310 M ).
  • Tercatat sebagai ” Tumihang ” dalam syair 13 buku Nagara Kartagama ( M.Yamin, 1946 : 51 ).
  • Benda-benda peninggalan budaya yang terdapat pada situs Tamiang ( Penemuan T.Yakob, Meer muhr dan Penulis Sartono dkk ).


Sebelum Islam masuk ke Tamiang, wilayah ini pada umumnya masih dalam pengaruh Hindu-Budha kala itu. Hal ini ditandai dengan adanya penjelasan tentang Kerajaan Tamiang yang terdapat pada Prasasti Sriwijaya. Pada Awal abad ke-14 sekelompok da'i atau disebut juga dengan pengkhotbah Islam dikirim ke Tamiang oleh Sultan Samudra Pasai. Raja yang berkuasa di Tamiang ketika itu beranama Po dinok. Raja tersebut tidak mendukung kedatangan kelompok pendakwah Islam tersebut masuk ke wilayahnya. Ia kemudian menyerang kelompok tersebut, tetapi kalah dan akhirnya meninggal. Setelah penaklukan tersebut maka terjadi proses islamisasi masyarakat Kerajaan Tamiang pra islam menjadi masuk kedalam ajaran agama Islam. Proses islamisasi ini berlangsung secara damai sehingga terpilihlah Raja Muda Sedia (1330-1352 M) sebagai raja pertama Kerajaan Islam Tamiang. Pada masa Raja Muda Sedia (1330- 1366 M) sistem pemerintahan Kerajaan Islam Tamiang adalah sistem pemerintahan berdasarkan pewarisan atau turun termurun. Struktur pemerintahan Kerajaan Islam Tamiang dipengaruhi oleh Samudera Pasai dan Aceh Darussalam. Bentuk peradaban yang dibangun oleh raja untuk Kerajaan Islam Tamiang bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat Tamiang. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan kekuatan militer dan pelayaran serta perdagangan yang menunjukkan bahwa kekuasaan para raja untuk tindakan yang mengarah kepada kemaslahatan rakyat Tamiang. Peradaban yang dihasilkan oleh Kerajaan Islam Tamiang tidak hanya di bidang militer dan perdagangan saja melainkan di bidang kebudayaan dan sarana ilmu pengetahuan seperti; meunasah, bahasa Tamiang, pakaian dan kesenian.

Kerajaan Tamiang pernah menjadi kerajaan terkenal yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Muda Sedia yang memerintah pada tahun 1330 -1366M. Pada saat itu wilayah kekuasaan kerajaan Tamiang meliputi kawasan Aceh bagian timur dengan batas-batas sebagai berikut: di sebelah utara berbatas dengan Sungai Raya atau Selat Malaka, di sebelah berbatasan dengan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kemudian di sebelah timur juga berbatasan dengan Selat Malaka dan di sebelah barat berbatas dengan Gunung Segama (Gunung Bendahara/Wilhelmina Berte). Akhir masa pemerintahan Raja Muda Sedia diwarnai dengan cerita tentang serangan Kerajaan Majapahit terhadap Kerajaan Benua Tamiang. Setelah kondisi kerajaan kembali pulih, Muda Sedinu memerintah di sana dan memindahkan pusat pemerintahan ke Pagar Alam, di sekitar Simpang Jernih. Selanjutnya Muda Sedinu digantikan oleh Raja Po Malat (1369--1412).

Pada sekitaran tahun 1500-an Kerajaan Tamiang mengalami berbagai macam kemunduran. Kerajaan Tamiang tersebut mengalami kemunduran disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, serangan yang dilakukan oleh tentara Majapahit terhadap wilayah Tamiang. Kedua, wilayah kekuasaan kerajaan yang selalu berpindah-pindah. Ketiga, kelemahan para penguasa Kerajaan Islam Tamiang. Keempat, merosotnya ekonomi Kerajaan Islam Tamiang. Dengan terjadinya kejadian-kejadian tersebut maka hal tersebut membuat 

Sumber: Situs Resmi Kabupaten Aceh Tamiang, SEJARAH TAMIANG https://acehtamiangkab.go.id/selayang-pandang/sejarah-aceh-tamiang.html