Sejarah Kesultanan Barus (1300-1858)

sejarah kota barus, nama sultan yang berhasil menaklukan kerajaan barus, bukti peninggalan kerajaan barus, kerajaan aru, barus suku apa, marga barus, asal-usul marga barus, kerajaan batak

Sejarah Kesultanan Barus (1300-1858)

Kesultanan Barus merupakan kerajaan Islam yang terletak di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, Barus berjarak 290 kilometer dari Kota Medan, ibukota Sumatera Utara. Kesultanan ini didirikan oleh Sultan Ibrahimsyah dan berakhir pada saat pendudukan Hindia Belanda pada abad ke-19. 

Pada abad ke 7 Masehi, agama Islam telah ada di Barus, kota tua yang terletak di pesisir Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Barus menjadi pintu masuknya Islam di Indonesia, jauh lebih tua dari sejarah Wali Songo, penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Sehingga Barus, Kota Islam Pertama di Indonesia.


Asal usul

Barus atau yang sebelumnya dikenal dengan Fansur, merupakan salah satu pelabuhan tua yang sudah berdagang emas serta kamper sejak ribuan tahun lalu. Menurut kronik Barus yang berjudul Sejarah Tuanku Badan Kesultanan Barus bermula dari berpindahnya anggota keluarga Kesultanan Indrapura ke Tarusan, Pesisir Selatan. Dari sini kemudian mereka pergi ke utara hingga tiba di Barus.

Menurut kronik itu, Kesultanan Barus didirikan oleh Sultan Ibrahimsyah bin Tuanku Sultan Muhammadsyah dari Tarusan, Pesisir Selatan, tanah Minangkabau. Kepergian Sultan Ibrahimsyah (Ibrahim) ke Barus setelah ia berseteru dengan keluarganya di Tarusan. Ia pergi menyusuri pantai barat Sumatra hingga tiba di Batang Toru. Dari sini ia terus ke pedalaman menuju Silindung. Di pedalaman, masyarakat Silindung mengangkatnya sebagai raja Toba-Silindung. Di Silindung, Ibrahim juga membentuk institusi empat penghulu seperti halnya di Minangkabau. Penghulu ini berfungsi sebagai wakilnya di Silindung. Selanjutnya ia menuju Bakara dan menikah dengan putri pimpinan setempat. Dari putri Batak itulah, Sultan Ibrahim memiliki putra yang bernama Sisingamangaraja.

Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya ke Pasaribu. Disana masyarakat setempat menanyakan dari mana asalnya dan bertujuan untuk apa datang kesana. Untuk menyenangkan hati raja, Ibrahim menjawab bahwa ia datang dari Bakara dan bermarga Pasaribu. Mendengar kesamaan marganya dengan Ibrahim, Raja Pasaribu sangatlah senang. Ia kemudian meminta Ibrahim untuk tinggal di Pasaribu. Namun Ibrahim merasa bahwa tempat ini tidaklah cocok untuknya. Maka bersama raja dari Empat Pusaran (empat suku) ia pergi hingga tiba di tepi laut. Tempat ini kemudian dinamainya Barus, serupa dengan nama kampung kecilnya di Tarusan, Pesisir Selatan. Disini ia diangkat sebagai raja dengan gelar Tuanku Sultan Ibrahimsyah.


Sejarah

Pada abad ke-14, Kesultanan Barus merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman, yang menjadi tempat keluar masuk perdagangan di Pulau Sumatra. Tahun 1524, Barus jatuh di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh lalu juga menjadi kekuasaan kerajaan Minangkabau (Pagaruyung). Posisi kesultanan ini kemudian menjadi vassal Aceh hingga tahun 1668. Selama pendudukan Aceh banyak penduduk Barus yang sebelumnya penyembah berhala menjadi muslim.

Dalam perkembangannya Kesultanan Barus dipimpin oleh dua orang raja, yakni Raja di Hulu yang memimpin masyarakat Toba-Silindung (pedalaman) dan Raja di Hilir yang membawahi orang-orang Minangkabau (pesisir) yang bermukim dari Barus hingga Batahan. Pembentukan dua raja ini bertujuan untuk memberikan keuntungan terhadap dominasi Aceh di Barus, sekaligus melegitimasi kedudukan raja-raja Batak. Sejak kehadiran VOC pada tahun 1668, kedua raja ini memiliki sikap yang berbeda. Raja di Hulu menolak kehadiran VOC dan mengangkat setia kepada sultan Aceh, sedangkan Raja di Hilir menerimanya dan menentang monopoli Aceh di Barus. Pada abad ke-19, Barus berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda dan menjadi bagian propinsi Sumatra's Weskust yang berpusat di Padang.


Barus dalam Al-Qur'an

Ada kata bahasa Indonesia yang dibahas dalam Al-Quran. Kata ini memiliki pengaruh yang besar dalam perdagangan Islam dari Arab hingga Nusantara.

Menurut catatan sejarah, orang Arab sejak zaman sebelum Islam mereka sudah merajut hubungan perdagangan dan berakhir di China. Tentu sebelum sampai di China, bangsa Arab harus melewati Indonesia terlebih dulu. Salah satu tempat yang di lewati adalah Barus.

Dikutip dalam buku "Jejak Islam di Nusantara" oleh Dr. dr Adi Teruna Effendi, SpPD, PhD, Sutrimo Sumarlan, dkk disebutkan meskipun minim dukungan arkeologis masuknya Islam ke Barus, akan tetapi ada satu faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu komoditas barus (kamper).

Selain itu, Ustaz Adi Hidayat juga menyebutkan dalam channel YouTube Audio Dakwah (30/03/18), Barus menjadi kota Islam pertama di Nusantara dan dikenal dengan satu-satunya pusat dunia tempat produksi kapur pada saat itu. Dari situlah muncul istilah kapur barus.

إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا

Dan orang-orang yang taat akan minum, dari gelas, sejenis minuman yang campurannya adalah kapur [barus] (QS 76: 5).

Al-Qur’an menggunakan kata kâfûr, yang secara harfiah berarti kapur barus. Dalam bahasa kita yang lebih populer sekarang berarti kamper. Apa enaknya minuman bercampur kamper? Salah satu jawabnya, kata Fakhrurrozi dalam kitab tafsirnya, kâfûr adalah nama mata air di sorga, yang airnya seputih, sewangi, dan sedingin kapur barus, tapi tidak rasa apalagi bahayanya. Kemungkinan tafsir yang lain, lanjut Fakhrurrozi, adalah bahwa mungkin saja Allah SWT menciptakan kapur barus di sorga namun rasanya lezat, dan Allah menghilangkan semua bahayanya.

Secara garis besar, seperti diuraikan juga misalnya oleh Thabari dan Mawardi dalam kitab tafsir mereka, para ulama menafsirkan kâfûr dalam dua pengertian. Pertama, nama mata air minuman orang-orang shaleh di sorga. Kedua, campuran minuman sewangi kapur barus. Dirumuskan dengan cara lain, kâfûr mungkin sebuah nama mata air di sorga, mungkin juga berarti kapur barus dalam pengertian metaforisnya. Kâfûr di sini jelas tak mungkin difahami secara harfiah. Dalam konteks ini, kâfûr atau kapur barus menunjuk pada sesuatu yang istimewa dan mewah. Ia adalah simbol keistimewaan dan kemewahan.


Sumber:

  • https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Barus
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5916144/ada-istilah-bahasa-indonesia-dalam-al-quran-ini-penjelasan-sejarahnya
  • https://jamaldrahman.wordpress.com/2013/02/14/al-quran-kapur-barus-hamzah-fansuri/