Sejarah Kerajaan Bantaeng (1254-Kini)

Penelusuran terkait: nama-nama raja bantaeng, silsilah raja-raja bantaeng, sejarah bantaeng butta toa, sejarah kerajaan bantaeng, peninggalan kerajaan bantaeng, bantaeng suku apa, kerajaan banggai, sejarah balla lompoa di bantaeng

Sejarah Kerajaan Bantaeng (1254-Kini)
Rumah Adat Bantaeng, Balla’ Lompoa Lantebung

Kerajaan Bantaeng adalah kerajaan kecil yang pernah berdiri di Semenanjung Selatan Sulawesi. Kerajaan ini mendukung Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.

Kerajaan Bantaeng sudah eksis setidaknya sejak abad ke-12. Raja Bantaeng yang pertama memeluk Islam ialah Sombayya (Karaeng) Ma'jombeyya Matinroe ri Jalanjang. Kerajaan Bantaeng juga dikenal dengan julukan “Butta Toa” atau “negeri tua”.

Kerajaan Bantaeng berkembang sebagai wilayah perdagangan dan pertanian sejak awal abad ke-13 hingga awal abad ke-17. Peninggalan arkeologi Kerajaan Bantaeng yang masih ada hingga kini berupa terakota, makam kuno, dan tembikar.


Sejarah Terbentuknya Kerajaan Bantaeng

Menurut beberapa pakar sejarah, komunitas Onto mempunyai peran tersendiri dalam sejarah berdirinya Bantaeng. Menurut salah satu generasi penerus dari kerajaan, Bantaeng dahulunya merupakan sebuah kawasan lautan luas. Sementara beberapa kawasan daratan di sekitarnya adalah kawasan Onto, sementara di sekitarnya juga terdapat kawasan Bisampole, Mamapang, Sinoa Gantarang Keke, Lawi-lawi dan Katapang.

Pada masing-masing wilayah tersebut mempunyai pemimpin yang pada kawasan tersebut dinamakan dengan Kare. Suatu hari 7 Kare disebutkan telah berkumpul dan membuat kesepakatan untuk mengangkat satu orang pemimpin, bersatu menjadi satu kawasan.

Menurut cerita, ke-7 Kare itu melakukan sebuah pertapaan sebelum memilih satu pemimpin mereka. Pertapaan itu dilakukan dengan simbol Balla Tujua yang berarti 7 rumah kecil yang beratap berdinding serta bertiang bambu. Ketika mereka bertapa turunlah sebuah cahaya yang kemudian memberi perintah untuk mendatangi sebuah pemandian yang terbuat dari bambu.

Besok harinya 7 Kare ini mencari hal yang dimaksud di kawasan Onto dan menemukan seorang laki-laki sedang mandi di sebuah pemandian bambu tepat seperti yang dikatakan. Dari sinilah sejarah Bantaeng dimulai, pria yang sedang mandi itu bernama Tomanurung yang kemudian diangkat menjadi raja pemimpin di daerah Bantaeng.

Cikal bakal kerajaan Bantaeng berasal dari Onto. Kepala kaum di Onto bergelar Rampang yang digantikan oleh Kareang Loe ri Onto, setelah wafat beliau pun digantikan oleh Punta Dolangang dengan gelar Dala Onto yang kemudian dilantik sebagai raja yang pertama di Bantaeng.

Wilayah Bantaeng yang dulunya disebut Bantayan sebagai salah satu wilayah yang sudah tertata sejak lama di Sulawesi Selatan, dapat dilihat dalam buku Negarakertagama – naskah istana Kerajaan Majapahit, yang ditulis oleh Mpu Prapanca tahun 1365.

Dalam masa pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya sejak 11 Nopember 1737, Bantayan yang diubah sebutannya menjadi Bonthain ditetapkan sebagai basis pemerintahan dengan status sebagai afdeling berpusat di Kota Bonthain (sekarang: Kota Banateng, ibukota Kabupaten Bantaeng).


Pemerintahan

Kerajaan Bantaeng menjalankan pemerintahan secara adat, yaitu melalui Adat Sampuloruwa. Tugas dari anggota Adat Sampuloruwa adalah membuat hukum kerajaan dan memelihara tradisi dan adat-istiadat. Setelah pemindahan istana kerajaan dari Onto ke Karatuang, raja Kerajaan Bantaeng memakai gelar Karaeng. Raja menjadi penguasa tertinggi pemerintahan dan dibantu oleh perdana menteri bergelar Gallarang. Selain itu, dibentuk juga jabatan Karaeng Sallewatan yang bertugas mewakili raja apabila dalam keadaan berhalangan untuk menghadiri suatu pertemuan. Selain itu, terdapat seorang kepala pemerintahan di wilayah pegunungan yang disebut Karaeng Tompokbulu.


Keagamaan

Setelah Kerajaan Gowa menetapkan Islam sebagai agama resmi kerajaan, maka Kerajaan Bantaeng juga melakukannya. Hal ini dilakukan pada masa pemerintahan raja ke-14, yaitu Karaeng Ma'jombeyya ri Jalanjang. Islamisasi kemudian diteruskan oleh tiga orang mubalig. Pertama, Syekh Nurun Baharuddin Taju Nasabandiyah yang merupakan ulama utusan Sultan Alauddin dari Kerajaan Gowa. Kedua, islamisasi oleh Latenriruwa Sultan Adam yang merupakan raja Kerajaan Bone yang ke-11. Terakhir, islamisasi dilakukan oleh Datok Kalimbungan yang berasal dari Sumatera.


Perlawanan Rakyat Bantaeng Terhadap Penjajah Belanda

Sejarah menunjukkan, bahwa pada tanggal 7 Juli 1667 terjadi perang Makassar, dimana tentara Belanda mendarat lebih dahulu di Bantaeng sebelum menyerang Gowa karena letaknya yang strategis sebagai bandar pelabuhan dan lumbung pasangan Kerajaan Gowa.

Serangan Belanda tersebut gagal, karena ternyata dengan semangat patriotiseme rakyat Bantaeng sebagai bagian Kerajaan Gowa pada waktu itu mengadakan perlawanan besar-besaran.


Raja-Raja yang pernah memerintah

Berikut ini adalah daftar nama-nama raja yang pernah memerintah di wilayah Kabupaten Bantaeng.

  1. Bantayan pada awalnya sebagai Kerajaan yakni tahun 1254 - 1293 yang mana diperintah oleh Mula Tau yang bergelar To Toa. yang memimpin Kerajaan Bantaeng yang terdiri dari 7 Kawasan yang masing diantaranya dipimpin oleh beberapa Karaeng, yaitu Kare Onto, Kare Bissampole, Kare Sinoa, Kare Gantarang Keke, Kare Mamampang, Kare Katampang dan Kare Lawi-Lawi,yang semua Kare tersebut dikenal dengan nama “Tau Tujua”
  2. Sesudah Mula Tau, maka Raja kedua yang memerintah yaitu Raja Massaniaga pada tahun 1293.
  3. Pada tahun 1293 - 1332 dipimpin oleh To Manurung atau yang bergelar Karaeng Loeya.
  4. Tahun 1332 - 1362 dipimpin oleh Massaniaga Maratung.
  5. Tahun 1368 - 1397 dipimpin oleh Maradiya.
  6. Tahun 1397 - 1425 dipimpin oleh Massanigaya.
  7. Tahun 1425 - 1453 dipimpin oleh I Janggong yang bergelar Karaeng Loeya.
  8. Tahun 1453 - 1482 dipimpin oleh Massaniga Karaeng Bangsa Niaga.
  9. Tahun 1482 - 1509 dipimpin oleh Daengta Karaeng Putu Dala atau disebut Punta Dolangang.
  10. Tahun 1509 - 1532 dipimpin oleh Daengta Karaeng Pueya.
  11. Tahun 1532 - 1560 dipimpin oleh Daengta Karaeng Dewata.
  12. Tahun 1560 - 1576 dipimpin oleh I Buce Karaeng Bondeng Tuni Tambanga.
  13. Tahun 1576 - 1590 dipimpin oleh I Marawang Karaeng Barrang Tumaparisika Bokona.
  14. Tahun 1590 - 1620 dipimpin oleh Massakirang Daeng Mamangung Karaeng Majjombea Matinroa ri Jalanjang Latenri Rua.
  15. Tahun 1620 - 1652 dipimpin oleh Daengta Karaeng Bonang yang bergelar Karaeng Loeya.
  16. Tahun 1652 - 1670 dipimpin oleh Daengta Karaeng Baso To Ilanga ri Tamallangnge.
  17. Tahun 1670 - 1672 dipimpin oleh Mangkawani Daeng Talele.
  18. Tahun 1672 - 1687 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Baso (kedua kalinya).
  19. Tahun 1687 - 1724 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Ngalle.
  20. Tahun 1724 - 1756 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Manangkasi.
  21. Tahun 1756 - 1787 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Loka.
  22. Tahun 1787 - 1825 dipimpin oleh Ibagala Daeng Mangnguluang Tunijalloka ri Kajang.
  23. Tahun 1825 - 1826 dipimpin oleh La Tjalleng To Mangnguliling Karaeng Tallu Dongkonga ri Bantaeng yang bergelar Karaeng Loeya ri Lembang. 
  24. Tahun 1826 - 1830 dipimpin oleh Daeng To Nace (Janda Permaisuri, Kr. Bagala Dg. Mangnguluang Tunijalloka ri Kajang).
  25. Tahun 1830 - 1850 dipimpin oleh Mappaumba Daeng To Magassing.
  26. Tahun 1850 - 1860 dipimpin oleh Daeng To Pasaurang.
  27. Tahun 1860 - 1866 dipimpin oleh Karaeng Basunu.
  28. Tahun 1866 - 1877 dipimpin oleh Karaeng Butung.
  29. Tahun 1877 - 1913 dipimpin oleh Karaeng Panawang.
  30. Tahun 1913 - 1933 dipimpin oleh Karaeng Pawiloi.
  31. Tahun 1933 - 1939 dipimpin oleh Karaeng Mangkala
  32. Tahun 1939 - 1945 dipimpin oleh Karaeng Andi Mannapiang
  33. Tahun 1945 - 1950 dipimpin oleh Karaeng Pawiloi (kedua kalinya).
  34. Tahun 1950 - 1952 dipimpin oleh Karaeng Andi Mannapiang (kedua kalinya).
  35. Tahun 1952 - Karaeng Massoelle (sebagai pelaksana tugas). 

Pemerintah Masa Kerajaan ini berlangsung sejak abad XII dan berakhir pada masa sesudah kemerdekaan, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan Kerajaan itu berlangsung pula birokrasi pemerintahan Hindia Belanda secara bersama-sama.


Penetapan Hari Jadi Bantaeng

Sesuai kesepakatan yang telah dicapai oleh para pakar sejarah, sesepuh dan tokoh masyarakat Bantaeng pada tanggal 2-4 Juli 1999. berdasarkan Keputusan Mubes KKB nomor 12/Mubes KKB/VII/1999 tanggal 4 Juli 1999 tentang penetapan Hari Jadi Bantaeng maupun kesepatan anggota DPRD Tingkat II Bantaeng, telah memutuskan bahwa sangat tepat Hari Jadi Bantaeng ditetapkan pada tanggal 7 bulan 12 tahun 1254, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor: 28 tahun 1999.

Sumber: bantaengkab.go.id